Kamis, 18 Desember 2008

ULANG TAHUN EMAS BUMI GORA NTB

Ulang Tahun Emas Bumi Gora
Nasib Tergantung Bajang
Oleh
DR.Drs.H.Musa Shofiandy,SH,MM.

Selasa pagi tanggal 2 Desember 2008 ketika saya membuka dan membaca harian umum Lombok Post, dihalaman pertama termuat tulisan dengan judul “Menuju NTB Emas, Apa yang telah dan Akan Diperbuat Gubernur-Wagub BARU?” dengan sub judul “Tata Birokrasi, Berantas Korupsi, Tingkatkan Kinerja Aparatur” suatu harapan yang sungguh memberikan kesejukan bagi masyarakat Nusa Tenggara Barat, khususnya aparat Birokrasi lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, karena ketiga masalah tersebut (Birokrasi, Korupsi dan Kinerja Aparatur) masing-masing masih terkena penyakit Patologi.
Patologi, adalah suatu istilah yang di adopsi dari bidang medis adalah penyakit yang biasa menyerang setiap orang dari keadaan sehat menjadi sakit. Seseorang yang dalam keadaan sakit sukar diharapkan menghasilkan produk yang tinggi, lebih-lebih di era persaingan dunia yang amat ketat, antar lembaga dengan lembaga, antar negara dengan negara, antar bangsa, patologi sangat merugikan karena dapat menyebabkan menurunnya posisi tawar.
Demikianlah halnya dengan Birokrasi, apabila kena patologi akan menjadi lembaga yang tidak sehat, yang sukar untuk diharapkan menghasilkan kinerja yang optimal. Antara Birokrasi dengan tingkat kinerja aparatur sangat berkaitan erat. Kalau birokrasi sudah kena penyakit patologi, maka jangan berharap kinerja aparatur akan baik/meningkat.
Masalah Birokrasi terutama dalam hal penempatan Pejabat sebagai pembantu Gubernur dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan di daerah kita tercinta ini, selama ini masih sangat jauh dari apa dan bagaimana yang seharusnya seorang pejabat itu ditempatkan. Penempatan pejabat tidak berdasarkan atas aturan kepegawaian yang ada (PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural dan Keputusan Kepala BKN Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002) jelas-jelas telah diatur tentang Syarat-syarat pengangangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural.
Selama ini penempatan pejabat lebih banyak didasarkan atas jalinan hubungan patron client (jalinan hubungan antar keluarga dan kerabat, antara kawula dengan gusti, atau jalinan hubungan antara majikan dengan kacung/jongos). Karena itu, seorang pegawai negeri yang telah memenuhi syarat jabatan, jangan terlalu banyak menghayal untuk menjadi pejabat, apalagi ditempat yang empuk (basah) kalau tidak punya keluarga atau kerabat dekat yang menempati posisi dekat dengan penentu kebijakan (penentu penempatan pejabat), atau kalau tidak memiliki sifat pintar Carmuk (cari muka) kepada penentu kebijakan. Jangan dan jangan banyak berharap untuk menduduki satu jabatan.
Seringkali juga kita tidak tau alasan yang jelas, kenapa penentu kebijakan merekrut pejabat dari Kabupaten/Kota, padahal di Pemerintah Provinsi, maunya yang bagaimana yang tidak akan kalah saing dengan pejabat yang direkrut dari Kabupaten/Kota. Kita mau bilang bahwa pejabat yang direkrut dari Kabupaten/Kota, punya kinerja bagus, punya keahlian khusus, punya prestasi dan berbagai kelebihan lainnya, juga tidak, dan boleh dibuktikan dan atau bisa adu kompetensi dengan pegawai/pejabat yang ada di Provinsi. Karena keadaan ini, maka seringkali juga kita buktikan bahwa banyak pejabat di Pemerintah Provinsi jadi korban Nepotisme, mereka yang memenuhi syarat-syarat jabatan tidak dapat tempat, bahkan mereka yang sudah dapat (memangku jabatan) pun di Non Jobkan tanpa alasan yang jelas, tanpa proses hukum yang jelas, karena bagimanapun juga dan alasan apapun juga tidak akan bisa diterima akal sehat kalau seorang pejabat di Non Job kan tanpa proses hukum yang jelas, karena me Non Job kan pejabat adalah merupakan hukuman bagi pejabat yang bersangkutan, dan akibatnya akan ditanggung rentang bersama dengan istri, anak serta keluarganya.
Akibat ketidak taatan penentu kebijakan dalam penempatan pejabat ini, mengakibatkan tugas pekerjaan tidak dapat terselesaikan dengan baik, karena banyak diantara pejabat yang ditempatkan tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat tersebut dan kita semua sudah pasti tahu bahwa mereka yang memegang jabatan tidak sesuai dengan tingkat keahlian dan kemampuannya akan bekerja apa adanya, mendingan kalau pejabat tersebut mau belajar untuk memahami tugas pokok dan fungsinya, tapi yang saya tahu selama ini, mereka hanya bersikap pasif saja, merasa gengsi untuk belajar dan bertanya kepada orang lain apalagi bawahannya, karena itu seringkali kalau ada rapat koordinasi dan atau pertemuan lainnya yang akan membahas masalah yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi serta bagaimana program kerja yang akan dan harus dilakukan, seringkali pejabat tersebut mewakilkan kepada bawahannya, dengan berbagai alasan yang kadang-kadang dibuat-buat dan tidak masuk akal.
Akankah keadaan seperti ini akan berlanjut terus, dan sampai kapan ? dan apakah plesetan sebagian kecil masyarakat dengan singkatan NTB (Nasib Tidak Baik) akan terus berlanjut? Wallua’lam Bissawab............ Hanya Allah Yang tahu............................
Kita masyarakat Nusa Tenggr Barat hanya bisa berharap, berupaya dan berdoa, semoga masyarakat NTB punya Nasib Tetap Bahagia, dan untuk 5 (lima) tahun kedepan, seluruh masyarkat Nusa Tenggra Barat, Nasib Tergantung Bajang ( Bajang adalah sebutan untuk Tuan Guru Bajang, Gubernur NTB masa bhakti 2008-2013).
Dibawah kepemimpinan Tuan Guru Bajang selaku Gubernur Nusa Tenggara Barat, Insya Allah, tanda-tanda akan adanya perubahan dari Nasib Tidak Baik ke Nasib Tetap Bahagia akan bisa terwujud walaupun hanya sebagiannya. Untuk mewujudkan hal itu, tentunya kita tidak bisa hanya menyerahkan sepenuhnya kepada Tuan Guru Bajang selaku Gubernur walau pada akhirnya beliaulah yang menentukan segala kebijakan, tapi pada dasarnya semua komponen masyarakatlah yang harus ikut serta mengambil peran dalam pelaksanaan segala kebijakan itu, lebih-lebih bagi seorang Birokrat (Pegawai Negeri Sipil) lingkup Pemerintah Provinsi NTB, sebagai pembantu utama Gubernur dalam merealisasikan pelaksanaan tugas dan kewajibannya selaku Gubernur, pemimpin terdepan di Bumi Gora Nusa Tenggara Barat ini. Karena itu adalah sangat tepat kalau program Penataan Birokrasi, Pemberantasan Korupsi dan Peningkatan Kinerja Aparatur dijadikan program utama Gubernur terutama dalam seratus hari kepemimpinan beliau.
Dalam hal Penataan Birokrasi Pemerintahan, sejak Gubernur dilantik tanggal 1 September 2008 lalu, baru sekali Gubernur melakukan mutasi pejabat lingkup Pemerintah Provinsi NTB. Mutasi tersebut tidak lepas dari tanggapan pro dan kontra berbagai kalangan.
Ada yang mengomentari mutasi tersebut sudah sesuai dengan kehendak aturan berdasarkan kompetensi yang dimiliki masing-masing pejabat (komentar ini umumnya datang dari kalangan luar Birokrasi Pemda NTB) dan komentar agak pedaspun datang dari kalangan Birokrasi terutama dari pejabat yang di Non Job kan. Mereka menganggap mutasi itu sangat tidak prosedural, karena me Non Job kan kurang lebih 27 Pejabat Struktural eselon III dan II tanpa proses hukum mengawalinya, karena mereka beranggapan bahwa Non Job itu merupakan hukuman bagi mereka, akibatnya sempat pula kita baca di harian Lombok Post beberapa waktu lalu bahwa mereka-mereka yang kena tsunami Non Job itu akan mem PTUN kan Gubernur NTB. tapi sampai saat ini kelanjutan rencana mereka itu belum jelas, kenapa ? kita tidak tahu, yang tahu adalah mereka-mereka yang punya niat untuk itu. Kedua tanggapan itu masing-masing merasa benar karena dilihat dari sudut kajian masing-masing Menurut hemat dan pemikiran penulis sendiri, yang sudah kurang lebih 29 tahun mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil lingkup Pemerintah Provinsi NTB., mutasi yang telah dilakukan itu, memang sudah ada kemajuan dibanding masa lalu (sebelum Gubernur Tuan Guru Bajang) walaupun memang masih terdapat kekurangan dan kelemahannya. Kalau dilihat dari segi pemerataan keberadaan suku yang ada di daerah Bumi Gora ini, semua sudah terkaper dengan perbandingan yang sepadan dan dengan memperhatikan kompetensi yang dimiliki masing-masing pejabat yang diangkat walaupun ada beberapa yang masih dipertanyakan. Sisi negatifnya karena banyaknya pejabat eselon III dan II yang di Non Job kan tanpa alasan dan pertimbangan hukum yang jelas. Beberapa diantara pejabat yang kena Non Job itu adalah pejabat karier yang memiliki kinerja dan prestasi baik tapi di Non Job kan, dan memang ada pula pejabat Non Job itu, yang selama ini terkesan Nepotisme dan belum menunjukkan prestasi yang dapat dibanggakan. Selain itu yang masih menjadi tanda tanya sebagian pegawai adalah adanya pejabat yang diambil (dimutasi) dari Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi, padahal di Provinsi sendiri masih banyak kader-kader yang kinerja dan pemikirannya tidak kalah dengan pejabat yang diambil dari Kabupaten/Kota.
Mungkin dengan adanya riak-riak tanggapan seperti disebutkan ini, makanya mutasi jilid kedua yang semula akan dilakukan awal November 2008 lalu belum dilaksanakan, karena Gubernur NTB. merespons positif tanggpan negatif tersebut. Kita semua hanya bisa berdo’a semoga dalam menempatkan pejabat Bapak Gubernur betul-betul didasarkan atas kompetensi dan aturan kepegawaian yang berlaku, dengan tetap dan terus mengabaikan saran masukan yang menyalahi aturan yang ada.
Dalam mutasi jilid pertama beberapa waktu lalu, Bapak Gubernur memang telah melakukan terobosan dengan memanggil pejabat yang akan dilantik, sebelum acara pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan dilakukan (Ini khusus untuk esselon II). Untuk diminta komitment dan kesanggupannya dalam mengemban tugas kewajiban yang akan dipangkunya. Sebagai saran dan masukan untuk Bapak Gubernur, menurut hemat penulis, khusus untuk jabatan esselon II, sebelum dilantik dan diambil sumpahnya, hendaknya terlebih dahulu dilakukan Fit and profer test bagi masing-masing calon pejabat. Kepada pejabat yang dicalonkan, hendaknya terlebih dahulu di uji kemampuan dan pengetahuan mereka, kepada masing-masing mereka diminta untuk membuat program kerja dan dibarengi dengan langkah-langkah konkrit dan realistis yang akan dilakukan, apabila ia dipercaya memangku jabatan tersebut, dan akhir dari kegiatan ini adalah dengan melakukan uji kemampuan (lisan dan tertulis) terhadap masing-masing calon. Uji kemampuan (lisan dan tertulis) ini sangat diperlukan untuk dapat mengetahui, apakah program kegiatan dan design langkah kegiatan yang telah dibuat itu betul-betul ia kuasai atau tidak, jangan-jangan program kerja dan langkah kegiatan itu dibuatkan orang lain. Dengan hasil akhir dari fit and profer test inilah baru kepada mereka diminta untuk menandatangani konrak kesanggupannya, artinya jika dalam beberapa waktu ia tidak bisa melaksanakan program kerja yang sudah dijabarkan, maka ia harus mengundurkan diri sebelum di undurkan. Insya Allah kalau dengan cara ini, pejabat yang akan menduduki jabatan di tingkat esselon II akan benar-benar terjaring pejabat yang punya kompetensi dan daya saing, dan akibat lebih lanjut dari hal ini adalah bahwa kinerja masing-masing SKPD akan menunjukkan kinerja yang patut dibanggakan dan pada akhirnya akan dapat merubah posisi keberadaan IPM Nusa Tenggara Barat dari posisi nomor 32 ke peringkat yang lebih atas.
Beberapa waktu lalu, harian umum Lombok Post telah memaparkan program kerja masing-masing Kepala SKPD yang merupakan hasil mutasi jilid pertama (Kabinet Baru). Mengikuti pemaparan program kerja para Kepala SKPD tersebut, bagi penulis sendiri, terasa masih kurang, terutama bagi SKPD yang mengelola Pendapatan Asli Daerah, sebab yang dipaparkan dalam program kerja tersebut hanyalah program kerja yang memerlukan pembiayaan, tidak memaparkan program kerja yang berkaitan dengan bagaimana upaya masing-masing Kepala SKPD untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang menjadi sumber utama untuk membiayai program kerja yang akan dilakukan. Kalau hanya memaparkan program kerja yang menghabiskan dana, tidaklah sulit, tapi bagaimana meningkatkan pendapatan asli daerah melalui upaya-upaya riel adalah pekerjaan yang memerlukan pemikiran dan terobosan jitu.
Sebagai bahan analisis kita, tidak ada salahnya kalau kita melihat sepintas, bagaimana kondisi riel PAD kita selama ini.
Secara umum, kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) Provinsi Nusa Tenggara Barat, dari tahun ke tahun tetap berkisar antara 35 %, dan sisanya sebesar 65 % dari APBD adalah berasal dari Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Syah. Untuk jelasnya penulis sajikan gambaran Pendapatan Asli Daerah tahun anggaran 2008 sebagai berikut.
Total Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun anggaran 2008 setelah perubahan adalah sebesar Rp.1.083.333.680.130.- Dari total Anggaran Pendapatan Daerah tersebut, bersumber dari :
1. Anggaran Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp. 387.245.728.925.-
Terdiri dari :
a. Pajak Daerah sebesar Rp. 294.298.461.219.-
b. Retribusi Daerah sebesar Rp. 43.250.958.619.-
c. Hasil Pengelolaan keka-
Yaan Daerah Yang di –
Pisahkan sebesar Rp. 19.449.000.000.-
d. Lain-lain PAD yang syah Rp. 30.247.309.087.-
2. Dana Perimbangan sebesar ....................................... Rp. 691.087.951.205.-
3. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Syah sebesar ..... Rp. 5.000.000.000.-

Dari gambaran ini nampak bahwa kontribusi Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) terhadap Anggaran Pendapatan Daerah adalah sebesar 35,746 %, dan sisanya, sebesar 64,254 % berasal dari Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Syah. Dengan melihat realita ini, maka betapa masih kecilnya kontribusi PAD terhadap APBD Provinsi NTB, dan ini berarti bahwa masyarakat dan daerah Nusa Tenggara Barat masih memiliki ketergantungan yang amat besar pada Pemerintah Pusat untuk mendapatkan dana yang akan dipergunakan untuk membiayai aktivitas pemerintahan dan pembangunan di daerah kita Nusa Tenggara Barat ini, padahal sebenarnya potensi yang dimiliki cukup menjanjikan untuk dapat menghasilkan dana yang dibutuhkan, namun karena pengelolaannya yang belum maksimal sehingga potensi potensi tersebut belum terjamah.
Dari pendapatan asli daerah sebesar Rp. 387.245.728.925.- sebagian besar, atau Rp.294.298.461.219,- (75,998 % ) berasal dari Pajak Daerah dan sisanya masing-masing sebesar 11,169 % berasal dari Retribusi daerah, 5,022 % dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan 7,811 % berasal dari Lain-lain PAD Yang Syah.

Mataram, 04 Desember 2008

Penulis adalah
Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakat NTB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar