Sabtu, 27 Desember 2008

MEMBUKA TABIR VISI & MISSI CALON KEPALA DAERAH
( Lombok Timur Mau di Mekarkan ? )
Oleh
DR. H. Musa Shofiandy,MM.
Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Selasa tanggal 22 Januari 2008, saya membaca koran harian NTB Post, pada halaman 4 saya temukan ulasan saudara Eslah El Wathon, salah seorang pengamat politik di Lombok Timur berkaitan dengan Visi dan Misi salah seorang Bakal Calon Bupati Lombok Timur periode 2008-2013. Dalam ulasan itu dikemukakan bahwa salah satu misi yang akan dilakukan oleh Bakal Calon Bupati Lombok Timur bila nantinya ia terpilih menjadi Bupati Lombok Timur adalah melakukan pemekaran Kabupaten Lombok Timur menjadi 3 (tiga) Kabupaten yakni Kabupaten Lombok Timur Bagian Tengah, Kabupaten Lombok Timur Bagian Utara dan Kabupaten Lombok Timur Bagian Selatan. Ide pemikiran yang disampaikan oleh sang Bakal Calon Bupati itu tentunya akan banyak menimbulkan pro dan kontra,tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Bagi saya sebagai salah seorang putra Lombok Timur yang kebetulan terlahir di daerah Lombok Timur Bagian Selatan, disatu sisi pemikiran untuk memekarkan Kabupaten Lombok Timur itu dapat dibenarkan bila dilihat dari sudut pandang keterbelakangan kemajuan Lombok Timur Bagian Selatan dan Lombok Timur Bagian Utara. Adalah wajar pemikiran seperti itu akan muncul karena selama ini kebijakan pembangunan dan perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sejak diikrarkan terbentuknya Kabupaten Lombok Timur, tidak sepadan dengan kebijakan dan perhatian yang diberikan kepada daerah Lombok Timur bagian tengah yang meliputi beberapa kecamatan yakni Kecamatan Selong, Labuhan Haji, Masbagik, Sikur dan Terara. Akibatnya daerah dan masyarakat Lombok Timur bagian Selatan dan bagian utara mengalami keterbelakangan dalam segala asfek kemajuan. Salah sati contoh riel saat ini adalah dibidang pendidikan. Keberadaan SMAN 1 Jerowaru sebagai tempat untuk mencetak kader-kader daerah Lombok Selatan guna peningkatan kemampuan, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia Lombok Timut Bagian Selatan pada tingkat pendidikan menengah atas, hanya memiliki tenaga pendidik (guru) yang berstatus Pegawai Negeri Sipil, Cuma 5 (lima) orang dan beberapa tenaga (guru) bantu, tidak sama dengan SMAN lain yang ada dibagian Tengah. Dengan keadaan seperti ini, apakah iya... akan dapat menghasilkan insan-insan yang berkualitas ? Inilah salah satu sekali lagi salah satu penyebab timbulnya pemikiran masyarakat Lombok Timur bagian selatan untuk memisahkan diri dengan Kabupaten induk, dan pemikiran seperti ini tidak hanya ada dalam diri pribadi sang Bakal Calon Bupati, tapi juga pemikiran sebagian masyarakat Lombok Timur bagian selatan, termasuk diri saya pribadi sebagai orang Lombok Timur bagian selatan. Saya juga tidak tau pasti kenapa para pemimpin yang sudah dan sedang berkuasa di Lombok Timur tidak berfikir general, berfikir masyarakat Lombok Timur secara menyeluruh sehingga segala kebijakan pembangunan yang dilakukan dan perhatian yang diberikan tidak sepihak saja. Sama halnya seperti sekarang, kenapa justru Pemerintah Daerah ingin membentuk Kota Selong, kenapa pula pembangunan Dermaga Labuhan Haji, lebih didahulukan dari pada pembangunan Dam Pandan Duri yang justru akan membawa kemaslahatan dan kemakmuran masyarakat di beberapa kecamatan bagian selatan Lombok Timur ? padahal di Lombok selatan ada juga pelabuhan Telong Elong, Kenapa jusru Pemerintah Provinsi NTB yang lebih tanggap untuk membangun dermaga Telong-elong ?, dengan telah diresmikannya penggunaan pelabuhan Telong Elong dengan ditandai dengan uji coba pelayaran (sea trial) kapal KSB Ekspres di Pelabuhan Telong Elong Kecamatan Jeruwaru Lombok Timur bagian selatan oleh Gubernur NTB. Drs. HL.Serinata pada hari Selasa tanggal 22 Januari 2008 lalu. Ini berarti bahwa pelabuhan Telong Elong memiliki prosfek yang cukup cerah untuk dikembangkan menjadi pelabuhan untuk kelancaran pelayaran perhubungan transportasi laut, baik untuk penumpang maupun barang. Dengan dibukanya pelayaran ini akan membawa dampak yang amat besar bagi pengembangan kemajuan Lombok Timur bagian selatan. Dalam bidang pembangunan prasarana misalnya, gebrakan pembangunan yang dilakukan oleh Bupati Lombok Timur M Ali BD. selama masa kepemimpinannya cukup memberikan makna dan manfaat bagi masyarakat, tapi kalau kita lihat secara kasat mata dari segi pemerataan, pembangunan itu lebih banyak dilakukan di daerah Lombok Timur bagian tengan. Misalnya pembangunan pasar dan terminal di Pancor, Masbagik,Selong, Aikmel dan dibeberapa tempat lainnya, sementara di bagian selatan, apakah pasar yang ada di bagian selatan seperti pasar Sakra, pasar Rensing di Kecamatan Sakra Barat, pasar Keruak di Kecamatan Keruak, pasar Jor di Kecamatan Jeruwaru, apakah pernah disentuh ? kenapa dan kenapa ? dan masih banyak tanda tanya lainnya yang belum bisa saya dapatkan jawabannya. Namun atas berbagai tanda tanya ini, dari Pemerintah Daerah Lombok Timur tentunya sudah pasti memiliki dasar pemikiran dan alasan alasan untuk menganulir berbagai pertanyaan itu, walaupun alasan dan pemikiran yang dijadikan landasan pijakan itu hanya dapat dibenarkan pihak-pihak yang diuntungkan. Wallahu A’lam Bissawab, karena di zaman modern sekarang ini masing-masing individu telah memiliki kemampuan dan kecerdasan untuk mendapatkan kata-kata pembenar atas argumentasinya, walaupun sebenarnya kata-kata pembenar itu dalam kenyataan teoritis dan realita yang sebenarnya adalah tidak benar.
Kembali ke pokok pembahasan dalam tulisan ini, yakni masalah Visi dan Missi Bakal Calon Bupati Lombok Timur yang akan memekarkan (memecah) Kabupaten Lombok Timur menjadi 3 (tiga) Kabupaten, dengan alasan dan pemikiran-pemikiran yang disampaikan di atas, pada dasarnya dapat saja dibenarkan, tapi Apakah tidak ada cara lain untuk mengatasi berbagai ketimpangan dan keterbelakangan Lombok Timur bagian Selatan dan Lombok Timur bagian Utara ?
Walaupun saya sendiri sebagai warga masyarakat Lombok Timur bagian selatan yang merasakan adanya perbedaan perhatian dan kebijakan yang diberikan Pemerintah terhadap masyarakat Lombok Timur bagian selatan, pada awalnya juga punya pemikiran untuk mendirikan Kabupaten Lombok Selatan (pemekaran dari Kabupaten Lombok Timur), namun setelah memikirkan dampak yang lebih luas, berfikir masyarakat Lombok Timur secara menyeluruh, pemecahan atau pemekaran Kabupaten Lombok Timur itu, bukan satu-satunya jalan untuk dapat menselaraskan kemajuan antara Lombok Timur bagian selatan, tengah dan bagian utara, masih ada cara lain yang bisa dilakukan oleh seorang Bupati di Lombok Timur.
Menurut pemikiran dan analisis penulis, ada beberapa cara dan langkah yang seharusnya dilakukan oleh Bupati Lombok Timur agar masyarakat Lombok Timur secara menyeluruh merasakan adanya kesamaan perlakuan dan perhatian dari Pemerintah Daerah, yakni :

Melakukan Reformasi Birokrasi.
Dalam melakukan Reformasi Birokrasi, banyak item yang melingkari kebijakan untuk melakukan Reformasi Birokrasi itu. Secara umum di negara kita tercinta ini, Reformasi Birokrasi sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup penguatan masyarakat sipil (civil society), supermasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat ini. Kaitan dengan reformasi birokrasi ini, Didin S.Damanhuri (2006;12) mengatakan ; Kita harus akui bahwa peralihan dari sistem otoritarian ke sistem demokratik (konsolidasi demokrasi) dewasa ini merupakan periode yang amat sulit bagi proses reformasi birokrasi. Apalagi, kalau dikaitkan dengan kualitas birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta maha sulitnya pengurangan sistematis korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) pada birokrasi pemerintahan yang diperkirakan semakin sistematik dan merata ke daerah-daerah.
Dalam hal reformasi birokrasi ini, dalam tulisan ini, penulis akan lebih menekankan pada penataan para pejabat di birokrasi pemerintahan yang bertindak selaku perencana dan pelaksana segala macam dan bentuk kebijakan pemerintah daerah dan selaku pelayan masyarakat (public servant) yang harus benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat dan berkeadilan serta dijalankan secara nondiskriminatif, transparan, obyektif dan tegas.
Kaitan dengan hal ini lebih jauh Didin S.Damanhuri (2006;13) mengatakan : Soal penataan jabatan, mungkin pakem pejabat karier harus direvisi, katakan saja dengan kriteria kejujuran dan profesionalisme ketimbang mengangkat pejabat karier yang selama ini sudah terjebak dalam sistem KKN Orde Baru. Fit and proper test untuk pengangkatan para pejabat tampaknya harus digeser secara signifikan kepada proses hukum.
Reformasi birokrasi tidak seharusnya hanya diletakkan pada isu-isu yang cendrung sekadar bersifat teknis administratif seperti kenaikan gaji pegawai, penataan jabatan dan rasionalisasi atau pengurangan jumlah pegawai negeri sipil semata, karena hal-hal seperti ini agak sulit dilakukan dan tidak akan dapat menjamin terciptanya pegawai negeri sipil yang betul-betul memiliki sikap mental dan rasa pengabdian yang ikhlas dan tulus kepada kepentingan masyarakat banyak, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri dan atau kelompoknya saja.
Realita yang ada dan kita lihat dengan bukti-bukti riel saat ini bahwa dana-dana yang disediakan untuk keperluan berbagai bentuk kegiatan pembangunan tidak sepenuhnya digunakan untuk mewujudkan pembangunan tersebut, tapi masih ada upaya dari beberapa oknum pejabat dan pegawai negeri sipil perencana dan pengelola serta pelaksana program pembangunan itu yang ambil bagian dengan berbagai alasan, dan keadaan ini terjadi diseluruh daerah. Penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan ini telah membumi di negara kita ini karena telah terjadi sejak lama, dimulai pada saat Menteri Ekonomi pada saat pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo zaman Presiden Soekarno, dipegang oleh Iskak Tjokroadisuryo, yakni berupa pemberian lisensi impor dari “Politik Benteng” dengan tak memberikannya kepada pengusaha pribumi yang kompeten, tapi diberikan kepada konco-konconya dan kemudian lisensi tersebut dijual kepada pengusaha keturunan Cina, sehingga dikenal istilah “pengusaha Ali Baba” Dari sinilah praktek-praktek KKN itu mulai berkembang, hingga zaman Reformasi sekarang inipun praktek-praktek seperti itu sulit diberantas tuntas walaupun slogan Pemerintah mengatakan dengan tegas bahwa praktek-praktek KKN harus diberantas tuntas. Kenyataannya ? Kita lihat sendiri. Dengan realita ini, pantaslah kalau Paulus Mujiran (2004;39) mengatakan : “Penyalahgunaan kekuasaan di negeri ini sudah sampai pada taraf memperhatinkan. Penyalahgunaan kekuasaan di negeri ini sangat parah. Kekuasaan bukan lagi sebagai media pelayanan kepada masyarakat, melainkan ajang untuk memperkaya diri, praktek korupsi merajalela di mana-mana......... Praktek korupsi yang semakin parah dan terdesentralisasi menempatkan kita dikenal sebagai republik para maling. Dengan sangat telanjang, kekuasaan dipakai sebagai ajang mempertebal pundi-pundi secara membabi buta. Ironisnya, praktek itu dikemas dalam wadah seolah-olah demokrasi. Disahkan melalui rapat paripurna, ada undang-undang atau perdanya, dan dipublikasikan agar rakyat tahu. Demikian pernyataan yang dilontarkan Paulus Mujiran. Sungguh tragis dan sangat menyakitkan memang, apa yang diungkap Paulus Mujiran, dan kita akan lebih ngeri lagi kalau kita membaca tuntas isi buku dari Paulus Mujiran yang berjudul Republik Para Maling itu. Kalau seandainya apa yang di ulas dan dibahas dalam buku itu tidak benar, kenapa buku itu dibiarkan beredar luas oleh Pemerintah?
Inilah permasalahan yang harus dihadapi oleh para pemimpin dan para calon pemimpin, jika saja apa yang selama ini didengungkan oleh para calon pemimpin dalam kampanye terselubung dan kampanye benaran, bahwa mereka ingin memperbaiiki tingkat kesejahteraan masyarakat, ingin memajukan masyarakat dan daerah, maka ia harus berani untuk menghadapi tantangan keadaan yang sudah membumi ini. Untuk itu kepada masyarakat dan kita semua, mari kita catat dan kita patri dalam hati dan kita bukukan dengan rapi dalam catatan dengan tinta merah, segala semboyan dan sesumbar para calon pemimpin kita itu, bila perlu kita harus membuat kontrak politik moral dengan para kandidat, apa benar nantinya setelah terpilih, akan memenuhi dan mentaati kata dan ucapan yang telah diucapkan selama kampanye itu. Sudah seharusnya kita membuat komitmen moral dengan para calon pemimpin kita. Wibowo (2006;60) mengatakan : “Suatu komitmen memiliki keberadaan yang penting, namun perlu dijaga agar jangan sampai terjebak oleh komitmen tersebut”
Melihat sistem pemerintahan kita saat ini, dimana setiap calon pemimpin (Kepala daerah) harus menyiapkan dana yang cukup besar untuk bisa ikut bertarung dalam Pilkada, penulis sendiri masih ragu terhadap apa yang dijanjikan para calon pemimpin (Kepala Daerah) itu. Argumentasi yang mendasari pemikiran penulis atas keraguan ini, secara kasat mata dapat dikemukakan sebagai berikut :
Untuk menjadi seorang Kepala Daerah (Bupati/Walikota misalnya, harus memiliki dana minimal 15 (lima belas milyard) rupiah. Kalau gaji dan pendapatan seorang Bupati/Walikota, taruhlah misalnya 200 juta rupiah setiap bulannya, maka dalam satu tahun ia akan memperoleh pendapatan sejumlah 2,4 milyard rupiah, dan selama masa kepemimpinannya 5 (lima) tahun ia akan memperoleh pendapatan sebesar 12 milyard rupiah, sisa kurang sebesar 3 (tiga) milyard rupiah. Ikhlaskah seorang Calon Bupati/Walikota dengan keadaan ini ? Atau kalau sang Bupati/Walikota terpilih tidak mau memperhitungkan out came yang telah dikeluarkan selama proses Pilkada, apakah betul ia ikhlas untuk tidak memperhitungkan semua dana yang dikeluarkan ? Kalau saja ia benar-benar ikhlas berkorban untuk kepentingan masyarakat banyak, kenapa harus dengan cara atau melalui Pilkada ? kenapa tidak disumbangkan saja dana sebesar itu secara ikhlas tanpa harus menjadi seorang Bupati/Walikota, atau dana sebesar untuk dana Pilkada itu disimpan atau di depositokan di Bank Pemerintah kemudian hasilnya setiap bulan dijadikan amal sadakah untuk kemaslahatan ummat (masyarakat banyak). Cara ini akan lebih bijak dan dihargai oleh masyarakat banyak. Kayaknya sangat sulit untuk kita jumpai orang yang seperti ini.
Dengan analisis argumentasi seperti di atas ini, maka untuk bisa mewujudkan terpilihnya pemimpin (Kepala Daerah) yang betul-betul peduli dengan masyarakat banyak yang telah mengantarkannya menjadi seorang pemimpin, masyarakat harus benar-benar jeli memanfaatkan mata, telinga dan hatinya dalam menilai dan kemudian memilih orang yang akan menjadi pemimpinnya di daerah, sebab bagaimanapun juga kalau rakyat sendiri salah memilih pemimpin sehingga menghasilkan pemimpin yang tidak amanah, akibatnya juga masyarakat yang akan merasakannya, bahkan sebagai ummat beragama, khususnya masyarakat Lombok Timur yang boleh dikatakan 99 persen pemeluk Islam yang taat, akan ikut menanggung dosa bila memilih pemimpin yang tidak amanah.
Untuk menanamkan pemahaman dan pengertian di hati masyarakat tentang berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan pesta demokrasi ini, maka sudah seharusnya kepada masyarakat luas diberikan pemahaman dan pendidikan politik, agar masyarakat dapat memahami permainan politik, dan tidak menjadi korban politik.
Kaitan dengan hal ini pulalah seorang Pegawai Negeri Sipil sebagai pelayan masyarakat dan lebih-lebih sebagai anggota masyarakat dalam masyarakat, agar tidak terjebak dalam permainan politik yang menyesatkan.
Untuk itu pula, makai, maka faktor utama yang harus dilakukan oleh pemimpin daerah (Kepala Daerah) adalah melakukan pembenahan yang serius dalam bidang birokrasi pemerintahan, terutama dalam hal pembinaan moral dan etika para Pegawai Negeri Sipil yang menjadi bawahannya agar mereka benar-benar menjadi abdi negara dan abdi masyarakat yang dapat dijadikan contoh tauladan oleh masyarakat luas, minimal dalam lingkungan keluarga dan pergaulan kemasyarakatan. Sekaligus juga agar para birokrat sebagai perencana, pengelola dan pelaksana berbagai kegiatan pemerintahan pembangunan di daerah, agar dapat mengubah etos kerja mereka dari bekerja rutin menjadi kerja untuk ibadah. Kalau itu tidak dibenahi, para pejabat tidak bersih, tidak memiliki etika moral yang baik, tulus dan ikhlas mengabdi untuk kepentingan masyarakat banyak, adalah mustahil segala program kegiatan pemerintahan dan pembangunan itu akan berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat.

Penerapan Azas Pemerataan.
Pemerataan disini dimaksudkan adalah pemerataan disemua segi kehidupan masyarakat seperti pemerataan perhatian pemerintah terhadap nasib rakyatnya, pemerataan alokasi dana dan pelaksanaan pembangunan, pemerataan dalam kesempatan memperoleh pendidikan, pemerataan pendapatan, pemerataan untuk mendapatkan atau untuk menikmati hasil-hasil pembangunan dan berbagai bentuk pemerataan lainnya yang menyangkut kepentingsn masyarakat banyak. Kalau saja seorang pemimpin benar-benar memiliki hati dan jiwa yang menyatu dengan seluruh lapisan masyarakat, maka ia pasti akan memperhatikan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dalam pemikiran penulis sendiri (mudah-mudahan ini juga bisa diterima orang lain) simpel saja kita berfikir dan berbuat dalam kerangka proses pemerataan ini. Misalnya saja dalam hal pemerataan alokasi dana dan pelaksanaan pembangunan untuk rakyat. Misalnya saja dalam satu Kabupaten/Kota memiliki ketersediaan dana yang akan dialokasikan untuk pembangunan masyarakat berjumlah 100 Milyard. Dana tersebut dibagin dua, separuhnya (50 %) atau sejumlah 50 Milyar, dialokasikan untuk pembangunan yang bersifat urgen di tingkat Kabupaten/Kota dan separuhnya (50 %) dari dana tersebut atau sebesar 50 Milyard dibagi secara merata disemua Kecamatan yang ada di Kabupaten/Kota. Misalnya untuk Lombok Timur terdapat sejumlah 20 Kecamatan. Dana sebesar 50 Milyard itu dibagi untuk 20 Kecamatan sehingga masing-masing Kecamatan memperoleh dana sebesar 2,5 Milyard. Nah dana sebesar 2,5 Milyar di masing-masing Kecamatan itu dimanfaatkan untuk membangun sarana dan prasarana yang ada di masing-masing wilayah Kecamatan dengan melihat tingkat urgensi dan prioritas kebutuhan masyarakat yang ada diwilayah Kecamatan masing-masing. Kalau saja itu dilakukan, maka masyarakat secara keseluruhan dan merata akan dapat menikmati hasil-hasil pembangunan yang dilaksanakan. Demikian juga halnya dalam bidang pemerataan pendidikan. Disini harus diartikan dalam skala luas, dalam arti tidak saja berupa pemerataan penyediaan sarana bangunan gedung, tapi juga meliputi ketersediaan tenaga pendidik (guru). Jangan sampai terjadi seperti sekarang ini, dimana satu-satunya sarana pendidikan (SMAN) yang ada di Kecamatan Jeruwaru Lombok Timur bagian selatan hanya memiliki beberapa gelintir tenaga pendidik (guru) yang berstatus pegawai negeri sipil, selebihnya adalah tenaga guru bantu/guru kontrak, bagaimana akan bisa menghasilkan manusia terdidik yang berkualitas, sementara di daerah-daerah lain dibagian tengah terutama didaerah perkotaan memiliki tenaga yang cukup sesuai kebutuhan. Makanya kita tidak perlu heran kalau kualitas sumberdaya manusia di daerah selatan atau dibagian utara tidak sama dengan daerah bagian tengah. Dilain pihak, salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi menurut teori Maslow adalah kebutuhan akan keamanan. Faktor ini memang sangat perlu, karena bagaimanapun juga tiap individu masyarakat tanpa melihat status sosial yang disandangnya, pasti memerlukan keterjaminan akan keamanan mereka, bagaimana masyarakat akan dapat menikmati hidup dengan tenang dan aman kalau keamanan mereka tidak terjamin. Memang di negara kita ini ada aparat keamanan yang memang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga keamanan masyarakat, tapi bukti riel memperlihatkan dengan keterbatasan jumlah personil aparat keamanan pemerintah, maka tingkat keamanan masyarakat, khususnya di Lombok Timur tetap saja menjadi momok yang menghawatirkan. Untuk membantu aparat keamanan ini, terutama di Lombok Timur terdapat sejumlah Pamswakarsa seperti Amphibi, Elang Merah, Hisbullah, Hamzanwadi, Merpati Putih dan beberapa Pamswakarsa lainnya. Keberadaan Pamswakarsa ini sebenarnya akan sangat membantu Pemerintah untuk mengatasi kerawanan di Daerah Lombok Timur, kalau saja Pemerintah Daerah secara serius dan kontinyu melakukan pembinaan kepada semua Pamswakarsa ini, misalnya dengan memberikan bantuan operasional, apalagi sampai Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan kendaraan operasional yang akan dijadikan sarana untuk melakukan operasionalisasi lapangan. Atau yang lebih efektif adalah dengan mengaktifkan dan memfungsikan keberadaan Polisi Pamong Praja ditingkat Kecamatan yakni dengan menambah jumlah personil Pol PP di wilayah Kecamatan menjadi 8 atau 10 orang di masing-masing Kecamatan yang akan bertugas siang dan malam hari. Tenaga ini bisa diambilkan dari pegawai negeri sipil yang ada di pemerintah Kabupaten/Kota yang ada saat ini. Kita maklum bahwa keberadaan pegawai negeri sipil saat ini belum optimal, lebih banyak pegawai dari pekerjaan yang akan dilakukan, akibatnya kerja tidak efektif, pegawai lebih banyak nganggurnya daripada kerja. Untuk lebih mengoptimalkan kerja mereka dan dapat berdampak langsung terhadap masyarakat, sebaiknya tenaga-tenaga tersebut disebar ke wilayah Kecamatan untuk memperkuat pemerintah Kecamatan terutama dalam penanganan masalah keamanan. Pol PP yang ada di Kecamatan inilah yang ditugaskan untuk mengkkoordinir Pamswakarsa yang ada guna membantu penanganan keamanan masyarakat. Keberadaan mereka harus disertai dengan pengadaan sarana dan prasarana seperti kendaraan opererasional yang akan digunakan patroli setiap tugas siang atau malam, peswat HT, dan kelengkapan lainnya. Daripada mengganti kendaraan pejabat yang masih bagus, kan lebih baik dana itu digunakan untuk pengadaan kendaraan opererasional Pol PP di Kecamatan, karena dampak dari pengadaan kendaraan dinas untuk keamanan itu akan secara langsung dilihat dan dinikmati oleh masyarakat. Kami yakin, jika hal ini dilakukan, Insya Allah tingkat kerawanan keamanan masyarakat akan dapat teratasi.
Dilain pihak, agar seorang pemimpin dikenal dan disayang masyarakat, tidak ada salahnya kalau sang pemimpin membuat jadwal rutin kunjungan ke masing-masing wilayah Kecamatan atau Desa. Melihat jumlah Desa/Kelurahan yang ada di Kabupaten Lombok Timur yakni 119 Desa/Kelurahan, maka dalam satu tahun saja minimal satu kali Bupati bisa berkunjung ke semua Desa/Kelurahan yang ada di Lombok Timur. Kenyataan yang kita lihat selama ini, selama kepemimpinannya di Lombok Timur masih ada Desa yang tidak pernah dikunjungi bahkan masih banyak warga masyarakat yang tidak pernah melihat dan bertatap muka langsung dengan Bupatinya. Ini tidak hanya terjadi di saat kepemimpinan Bupati Ali BD, tapi juga terjadi pada saat kepemimpinan Bupati Bupati sebelumnya. Ada pepatah lama mengatakan “Jangan mengharap kalau tidak mau memberi” makanya seorang pemimpin rakyat, jangan mengharapkan simpati dan dicintai rakyatnya kalau saja tidak mencintai rakyat, dan salah satu bentuk atau perwujudan kasih sayang dan rasa cinta itu adalah dengan mengunjungi mereka, bertatap muka dengan mereka. Dengan cara ini sekaligus akan memberikan nilai tambah bagi sang pemimpin, artinya dengan seringnya mendatangi dan mengunjungi masyarakat, maka akan tau ralita keadaan masyarakat yang sebenarnya, tau kebutuhan masyarakat, sehingga dengan bekal ini dapat dijadikan dasar dalam menyusun program-program pembangunan daerah.

Akhirnya, penulis sangat setuju dengan ungkapan saudara HM Ainul Asikin dalam tulisannya d harian Lombok Post hari Sabtu tanggal 26 Januari 2008. yang mempertanyakan apakah para calon Gubernur NTB yang “Merasa Bisa” mengemban amanah, dapat pula “ Bisa Merasa” , apakah sesungguhnya yang diharapkan dan tidak diharapkan oleh sebagian terbesar warga masyarakat? Pertanyaan semacam ini juga tentunya untuk para calon atau bakal calon Kepala Daerah (Bupati) Lombok Timur. Untuk itu kepada kita semua masyarakat Bumi Gora Nusa Tenggara Barat dan khusus kepada masyarkat Gumi Selaparang Lombok Timur, mari dengan jernih kita gunakan telinga dan mata hati kita untuk menilai secara jujur dan benar setiap gerak langkah para kandidat calon pemimpin kita, agar kita tidak salah dan keliru dalam memilih pemimpin, agar kita juga tidak berdosa atas pilihan yang telah kita lakukan. Wallahua’lam Bissawab.


Mataram, 28 November 2008.


DR.H.MUSA SHOFIANDY.MM.
Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar