Sabtu, 27 Desember 2008

DZIKIR NASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA

DZIKIR NASIONAL
DAN IMPLEMENTASINYA

Oleh
H. Musa Shofiandy
Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan
Kandidat Doktor pada Program Pascasarjana Untag Surabaya

“Tatkala hatiku menanggung susah dan jalan-jalanku telah menyempit,
Kujadikan harapku tangga menuju kemaafaan-Mu,
Aku dihantui rasa takut karena dosaku yang begitu besar,
Namun ketika kupautkan dengan kemaafan-Mu, Wahai Rabb-ku
Kutemui maaf-Mu, ternyata lebih besar,
Engkau senantiasa memaafkan segala dosa,
Selama Engkau senantiasa melimpahkan kemurahan sebagai suatu
Pemberian dan melimpahkan kemaafan sebagai suatu anugrah………

Untaian kalimat di atas adalah merupakan bait-bait syair dari Ulama terkenal Imam Syafe’I yang terlahir dengan nama Muhammad bin Idris ibnul Abbas bin Utsman bin Syafi’ di Gazza tahun 150 H. Seorang Ulama Besar Islam yang sudah hafal Al Qur’anul Karim ketika baru berumur 9 (sembilan) tahun.
Syair tersebut di atas di ucapkan sambil menangis, saat-saat terakahir menjelang ajal menjemputnya pada bulan Rajab 204 H.

Apa yang dapat kita petik dan pelajari dari syair Ulama besar di atas ?
Inilah yang sedang terjadi dan di alami oleh Bangsa Indonesia saat ini. Bangsa Indonesia sedang berduka dan menanggung susah yang amat besar dan berat dalam masa berkepanjangan yang semua kita tidak tahu kapan akan berakhir.
Badai Tsunami di Aceh dan daerah-daerah lainnya, luapan Lumpur Lavindo di Siduarjo Jawa Timur yang terus memperluas areal genangannya dan menghalau penduduk sekitar dari ketenangan hidup yang selama ini dirasakannya, banjir, badai tanah longsor dan gempa bumi di beberapa daerah, hempasan angin Putting beliung, kemudian ikut pula merambah angin dan badai TC George dan TC Jacob, kecelakaan di bidang transportasi, terbakar dan tenggelamnya kapal laut, hilangnya pesawat udara Adam Air bak ditelan bumi, jatuh dan terbakarnya pesawat udara Garuda di Yogyakarta, kecelakaan Kereta Api, Bus dan berbagai bencana lainnya, belum lagi merebaknya berbagai kasus kriminal dan tindakan membunuh dan bunuh diri anggota masyarakat di beberapa daerah, dan berbagai macam bencana lainnya yang tidak sanggup kita hafal saking banyaknya.

Upaya demi upaya telah dan akan dilakukan ole pemerintah Indonesia, sampai-sampai minta bantuan Luar Negeri (walaupun dengan biaya besar) untuk mengatasi berbagai cobaab hidup Bangsa dan masyarakat Indonesia, namun sepertinya usaha tinggal usaha, ciri-ciri keberhasilan penanggulangannya belum juga nampak, malah sebaliknya, cobaan dan azab bencana itu kian memperihatinkan kita semua, bagai kata pepatah “ hilang satu tumbuh seribu”
Berbagai tanggapan dan reaksi negatif dari masyarakat, baik masyarakat terdidik maupun masyarakat awam di pedesaan muncul seketika, tanpa kehati-hatian, yang ujung-ujungnya kebanyakan mengkritik dan menyalahkan pemerintah (dalam hal ini pemerintah SBY-MJK), namun ada pula pihak-pihak yang membela pemerintahan SBY-MJK dengan mengatakan : Apanya yang salah pada SBY-MJK terhadap terjadinya bala bencana itu, apakah SBY-MJK yang menciptakan bencana itu, apakah dengan berbagai realita bencana itu, SBY-MJK hanya diam saja, tidak perduli ? Coba kalau saudara sendiri yang jadi Presiden/Wakil Presiden, apa bisa dan mampu untuk mencegah agar tidak terjadi azab Tuhan itu ? dan berbagai debat politik dan debat kusir berkepanjangan yang tidak bermakna dan tidak menyelesaikan masalah, tapi justru menimbulkan masalah baru yang berkepanjangan.

Mendengar dan mencermati berbagai kritikan dan jerit kepedihan hati serta kesengsaraan rakyat dan masyarakat Indonesia itu, Presiden SBY dan Wapres MJK, tidak jadi panas kuping dan tidak pula tersenyum bahagia, namun dengan kesadaran hati dan kebesaran jiwa, pada hari Jumat tanggal 9 Maret 2007 lalu, beliau bersama beberapa Menteri Kabinetnya dan sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat dari berbagai kalangan, melakukan Dzikir Nasional di Masjid Istiqlal Jakarta.
Dalam acara Dzikir Nasional itiu diisi dengan ritual do’a taubat dan meminta ampunan kepada Sang Khaliq atas dosa-dosa yang telah diperbuat Bangsa Indonesia termasuk dosa-dosa para pemimpin Bangsa dan Daerah serta kita masyarakat Indonesia.
Acara dzikir dan do’a itu didasari atas firman Allah SWT dalam QS.Al-Baqarah : 152 yang artinta : “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberi rahmat dan pengampunan). Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”
Anjuran berdzikir termaktub pula dalam QS.Al-Ahzaab : 41 yang artinta : “Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah (dengan menyebut Nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya”. Sedangkan tentang keutamaan Do’a, disebutkan dalam QS. Al-Mu’min : 60 yang artinya : “ Dan Rabb-mu berfirman “ Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (berdo’a) kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.
Kaitan dengan hal ini, Rasulullah Muhammad SAW. Bersabda : “Maukah kamu Aku tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci disisi Raja-Mu (Allah), dan paling mengangkat derajatmu, lebih baik bagimu dari infak emas atau perak dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu? Para sahabat yang hadir berkata : “Mau (wahai Raulullah). Beliau bersabda : “ Dzikir kepada Allah Yang Mahatinggi” (HR.At-=Tirmidzi).
Berdasarkan firman Allah SWT dan Sunnah Rasulullah SAW di ataslah maka Dzikir Nasional yang diisi dengan ritual do’a, taubat dan meminta ampunan kepada Sang Khaliq melalui pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, takbir, tahmid dan tasbih, memohon dan mengharap kehadhirat-Nya, agar bala bencana dan azab Tuhan itu dapat terakhiri di Bumi Persada Indonesia tercinta ini.

Akankah Do’a dan Dzikir Nasional yang dilaksanakan oleh Presiden SBY/Wapres MJK, para Kabinetnya serta berbagai tokoh dan anggota masyarakat Ibukota itu akan diterima dan dikabulkan Allah Yang Maha Kuasa ? Tidak ada satupun orang yang tahu, kecuali Sang Pencipta Alam beserta isinya, yakni Allah Subhaanahu Wata’aala yang Maha Segala-Nya.

Namun dari berbagai sumber pustaka Islam yang kita baca dan pelajari, kita temui bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar dzikir dan do’a yang kita panjatkan itu dapat terkabul (dikabulkan oleh Allah YMK) dan ada pula hal-hal yang merupakan Penghalang Terkabulnya Do’a.

Yazid bin Abdul Qadir Jawas (2006) dengan nmengutip pendapat dari DR.Sa’id bin Wahf al-Qahthani, mengemukakan beberapa penghalang terkabulnya do’a seseorang, yaknin :

Makan dan minum dari yang haram, mengkonsumsi barang haram berupa makanan, minuman, pakaian dan hasil usaha yang haram. Ini didasarkan pada firman Allah dalam QS. Al-Baqarah : 172. yang artinya :”Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu”. Dalam hadist Nabi Muhammad SAW yang lain, disebutkan bahwa : Nabi Muhammad SAW menceritrakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, lalu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata “: Ya … Rabb ….., Ya … Rabb “ sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya dari yang haram, dicukupi dari yang haram, maka bagaimana mungkin dikabulkan do’anya ? ( HR. Muslim).

Minta cepat terkabul do’anya yang akhirnya meninggalkan do’a. Sabda Rasulullah SAW yang artinya : “ Dikabulkan do’a seseorang dari kalian selama ia tidak terburu-buru, ia berkata Aku sudah berdo’a, tetapi do’aku belum dikabulkan” (HR.Al-Bukhari). Juga dalam hadist Nabi yang diriwiyatkan oleh Abu Hurairah.r.a. yang artinta : “Do’a seseorang hamba akan senantiasa dikabulkan selama ia tidak berdo’a untuk berbuat dosa atau memutuskan silaturrahmi, selama ia tidak meminta dengan tergesa-gesa”.

Melakukan Maksiat dan apa yang diharamkan Allah.
Maksiat adalah salah satu penghalang terkabulnya do’a sebagaimana diseebutkan oleh Imam Ibnu Rajab dalam kitabnya Jami’ul ‘Uluum wal Hikam, dengan mengatakan : “Bagaimana mungkin kita mengharap terkabulnya do’a, sedangkan jalan kita sudah tertutup dengan dosa dan maksiat”.

Meninggalkan kewajiban yang telah Allah wajibkan, sebagaimana Sabda Nabi Muhammda SAW dalam hadist yang diriwayatkan oleh At-Tarmidzi, yang berbunyi : Dari Hudzaefah, r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran atau (kalau kalian tidak lakukan, pasti) Allah akan menurunkan siksa kepada kalaian, hingga kalian berdo’a kepada-Nya, tetapi tidak dikabulkan”

Berdo’a yang isinya mengandung perbuatan dosa atau memutus silaturrahmi.

Tidak bersungguh-sungguh ketika berdo’a.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda : “ Apabila seseorang dari kamu berdo’a dan memohon kepada Allah, janganlah ia mengucapkan : Ya Allah ampunilah dosaku bjika Engkau Kehendaki, sayangilah aku jika Engkau kehendaki, dan berikan rizki jika Engkaua kehendaki. Akan tetapi, ia harus bersungguh-sungguh dalam berdo’a,sesungguhnya Allah berbuat menurut apa yang Ia kehendaki dan tidak ada yang memaksa-Nya.

Lalai dan dikuasai hawa napsu.
Rasulullah SAW, bersabda dalam satu hadistnya : “Berdo’alah kalian kepada Allah dengan yakin akan dikabulkan, nketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan do’a dari hati yang lalai dan lengah”.

Jika saja beberapa penghalang terkabulnya do’a di atas dikaitkan dengan kondii Bangsa Indonesia saat ini, sebagaimana dikatakan oleh Benny Susetyo dalam bukunya Hancurnya Etika Politik (2004) : “Tak bisa diingkari, korupsi sudah membudaya dikalangan bangsa ini seolah-olah telah menjadi kultur dalam masyarakat yang tak bisa diubah. Korupsi telah menyebar luas tidak hanya dikalangan masyarakat atas, tapi juga sampai tingkat bawah, dikalangan birokrat rendahan sampai yang berjabatan, dikalangan wakil rakyat sampai rakyat sendiri dan seterusnya. Yang terasa sangat ironis adalah korupsi telah mengakar di dalam hampir seluruh komponen masyarakat kita” Pada bagian lain, Benny juga mengatakan : “Rasa malu kita sebagai bangsa mungkin sudah habis. Kita tidak lagi malu memiliki bangsa berjulukan “paling korup di dunia”. Jika Orde Baru ditumbangkan kaum reformis karena dianggap menciptakan sistem pemerintahan yang korup, nyatanya setelah reformasi tahun 1998 hingga kini sistem pemerintahan yang ada masih bertahan pada pola lama. Pola lama itu adalah Pola Korup” ungkap Benny.
Ungkapan dan pernyataan bahwa Indonesia termasuk negara terkorup di dunia, didaarkan atas hasil jajak pendapat Transparancy International Indonesia (TII), tahun 2004, dengan hasil bahwa dari 133 negara yang disurvey, Indonesia menempati urutan ke 6 (enam) negara paling korup di dunia, dan Political and Economy Risk Conultancy (PERC) menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia.
Yang lebih mengerikan dan mengenaskan lagi adalah jika saja buku “Republik Para Maling” yang ditulis oleh Paulus Mujiran terbaca luas dan isinya dibenarkan oleh masyarakat luas, maka betapa sedihnya kita memiliki negara berpredikat Republik Para Maling, lebih-lebih kita ummat Islam yang mendiami Republik ini, julukan dan predikat itu sungguh menyakitkan, karena mayoritas Islam mendiami Republik ini.
Akankah kita terus terpaku dan berdiam diri melihat kenyataan yang ada dan terjadi di Republik kita tercinta ini, dimana para pejabat negara mulai dari tingkat pusat sampai daerah-daerah tetap menunjukkan ketidak berhasilannya memberantas berbagai bentuk penyimpangan dan penyelewengan di berbagai segi kehidupan manusia itu, apakah dalam bentuk KKN atau apapun namanya.
Dalam alam realita, adalah terasa sulit dan amat sulit kita dapatkan para pemimpin pemerintahan di negeri ini yang memiliki komitmen moral yang kuat dan mendalam untuk memberantas berbagai bentuk penyimpangan dan penyelewengan yang terjadi selama ini, padahal dari mulut para pemimpin kita selalu keluar kata-kata, “ mari kita berantas Korupsi, Kolusi dan Nepotis dan bahkan pernyataan yang lebih keras untuk memberantas KKN itupun seringkali kita dengar dari para pejabat dan pemimpin kita. Tapi dalam realitanya ? Kita semua tahu. “ Bangsa ini semakin tak bermoral” itulah kalimat pertama yang tertulis dalam bukunya Benny Susetyo : Hancurnya Etika Politk (2004).
Realita keadaan dan kondisi Republik kita sebagaimana diungkap di atas, tidak hanya kita dapatkan dari berbagai lisensi buku, majalah, surat kabar dan masmedia lainnya, tapi juga kita dapat lihat dan saksikan dengan mata kepala kita, betapa para pemimpin kita terkontaminasi dengan lingkaran setan yang tak bermoral, belum ada kemauan tulus dan ikhlas untuk menjadikan korupsi, kolusi dan nepotisme serta berbagai tindak penyimpangan lainnya sebagai musuh bersama ( common enemy) bangsa, tidak juga beranjak menjadi kamauan politik (political will) yang serius.
Disinilah sebenarnya peran agama menjadi penting dalam upayanya untuk menafsirkan teks yang mampu merespon persoalan mengenai money politics, korupsi, penyalahgunaan wewenang dan seterusnya. Kategori perbuatan itu seharusnya dimaksudkan dalam kategori dosa berat, sebab orang yang melakukan money politics, korupsi, menyalahgunakan kekuasaan sebenarnya secara jelas telah melukai hati rakyat. Kesadaran akan hal inilah, rupanya yang mendorong presiden SBY bmelakukan Dziikir Nasional, yang kemudian oleh Menteri Agama RI mengajak seluruh komponen masyarakat Indonesia di masing-masing daerah untuk melakukan Dzikir bersama 3 (tiga) kali sebulan. Namun yang masih menjadi pertanyaan kita, apakah penyelenggaraan rutinitas Dzikir Nasional itu akan dapat mengurangi dan atau menghentikan segala macam bencana yang sedang dialami bangsa Indonesia, manakala tidak dibarengi niat tulus dan ikhlas untuk bertekad bulat dan konsekwen memberantas berbagai bentuk penyelewengan dan penyimpangan yang telah dan akan terjadi ? dan lebih penting lagi tanpa ada niat dan maksud untuk menghalangi penyelenggaraan acara ritual Dzikiir dan Do,a bersama itu, karena sesungguhnya dengan Dzikir dan Berdo’a menandakan bahwa kita bertobat kepada Allah Yang Maha Esa. (dalam QS.Al-Hujarat :11. disebutkan :”Dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orangt-orang yang zalim”), apakah Dzikir dan Do,a itu akan dapat dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa, manakala kita tidak barengi dengan upaya-upaya memenuhi syarat, bagaimana agar Dzikir dan Do’a yang kita panjatkan itu dapat terkabulkan, seperti halnya menghindari perbuatan-perbuatan yang dapat menjadi penghalang terkabulnya Do’a ? Wallahu ‘a’lam bissawab… hanya Tuhan Yang Maha Segala-Nya yang tahu…….
Untuk menjawab pertanyaan itu, dan karena dalil-dalil yang mengungkapkan bahwa untuk dapat terkabulnya do’a itu berasal dari Kitab Suci Al Qur’anulkarim dan Sunnah Rasul Muhammad SAW. Maka bagi kita ummat Muslim, adalah wajib untuk yakin dan percaya terhadap kedua sumber ajaran Islam tersebut.
Karena itu, melalui kesempatan ini kami mengajak kita sekalian dan semua komponen Bangsa dan rakyat Indonesia untuk mendesak Pemerintah, mulai dari tingkat Pusat sampai tingkat daerah agar konsekwen dan konsisten melakukan upaya-upaya pemberantasan segala macam bentuk kemaksiatan yang telah merajalela di bumi persada kita tercinta ini, seraya kita menyadari dan melaksanakan perintah Allah dan Rasul Allah yakni melaksanakan upaya-upaya yang memenuhi persyaratan, bagaimana agar Dzikir dana Do’a kita dikabulkan serta membuang jauh hal-hal yang merupakan penghalang terkabulnya Do’a kita. Bila hal ini tidak kita lakukan, kita tetap pesimis Dzikir dan Do’a Nasional itu akan dapat dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Karenanya, mari kita menyatu dalam satu komitmen bersama yang tulus dan ikhlas untuk turut serta beriktikad bulat mendukung program Dzikir dan Do’a Nasional tersebut dengan dibarengi dengan memperkuat Iman dan Taqwa kita kepada Yang Maha Kuasa, salah satunya adalah dengan berupaya melakukan kegiatan ritual memenuhi tuntutan syarat agar do’a terkabul serta menghindari jauh tindakan dan perbuatan yang dapat menghalangi terkabulnya do’a kita.
Kepada para pemimpinj Bangsa ini, mulai dari pemimpinb formal ditingkat pusat, Privinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan sampai tingkat RT serta para pemimpin informal yang ada dalam kehidupan masyarakat, mari kita renungkan dan jalankan dengan kesungguhan hati petuah dan nasehat Nabi besar kita Muhammad SAW yang menyatakan : “Tiada seorang hamba yang diangkat oleh Allah menjadi pengawas suatu persoalan yang bersangkutan dengan kepentingan rakyat, lalu ia menghianatinya, kecuali Allah akan mengharamkan baginya sorga”
Dalam hadist lain disebutkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW bersabda : “Celakalah bagi penguasa. Celaka pula bagi kepala suku yang menjadi pemimpin bangsa dan golongan. Celaka pula bagi pengemban amanah, juga para pemimpin organisasi masyarakat. Dan kelak pada hari kiamat ada orang yang ujung rambutnya digantung di atas bintang, dimana ia meronta-ronta diantara langit dan bumi, sedang bia tidak berhasil atas usaha melepaskan dirinya dari siksa” .
Selain hadist Nabi tersebut, mari kita renungkan dan jalankan pula dengan kebesaran jiwa dan ketenangan hati yang mendalam nasehat dan wasiat Khalifah Umar Bin Khattab .r.a. yang mengatakan :
“Aku wasiatkan kepadamu agar berlaku adil kepada rakyat. Curahkanlah pikiran, tenaga dan waktumu untuk memenuhi kebutuhan mereka serta janganlah lebih mengutamakan si kaya daripada si fakir. Semua itu adalah pemberi ketentraman bagti hatimu dan penghapus dosamu. Kebaikan akan menjadi balasan perbuatanmu itu.
Aku perintahkan engkau untuk bertindak tegas dalam masalah yang menyangkut perintah, batasan-batasan dan larangan-larangan Allah, baik kepada orang dekat maupun orang yang jauh denganmu. Jangan engkau kasihani seorangpun yang menyalahi perintah Allah, karena jika itu terjadi maka engkau telah melanggar kehormatan Allah, sama sepertinya. Bersikaplah sama rata kepada semua orang dan jangan sampai celaan orang yang mencela memalingkan engkau dari jalan Allah.
Jangan sekali-kali engkau menunjukkan rasa suka dan bersikap lebih mendahulukan kepentingan diri sendiri daripada orang lain pada harta rampasan yang diamanahkan Allah kepadamu untuk orang-orang mukmin. Hal itu akan membuatmu bertindak aniaya dan zalim dan dengan begitu engkau telah mengharamkan dirimu sendiri dari apa yang telah Allah halalkan untukmu”.

Sebagai hamba Allah yang beriman, kita wajib yakin dan percaya bahwa segala macam azab itu bukan hanya semata sekedar azab tanpa sebab, akan tetapi adalah merupakan akibat dari ulah kita, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-‘nkabut : 40. yang artinya :
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka endiri”

Mari kita sama-sama merenung dan mengaktualisasikan dalam alam nyata ungkapan yang disampaikan oleh KH.Mustafa Bisri, pengasuh pondok pesantren di Rembang Jawa Tengah yang memimpin acara ritual “Dzikir Nasional” di Masjid Istiqlal Jakarta tanggal 09 Maret 2007 lalu, yang mengajak semua jamaah dan semua kita untuk melepaskan jabatan dan kedudukan untuk berserah diri kepada Allah, Lupakan kedudukan kita, mari kita ucapkan ikrar Salawat Penyerahan kepada Allah”

Mataram, 13 Maret 2007

Semoga kita semua, selalu hidup dalam kesadaran ………….. Amien ………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar